Kisah ini memang sudah tidak asing lagi di telinga kita semua, khususnya bag iorang-orang muslim yang menganut madzhab Imam Syafi'i. Ya, cerita ini memang datang dari sosok yang kelak akan menjadi Ulama' besar seantero jagat, Imam Syafi'i.
Sebuah penggalan cerita yang mengingatkan kita akan pentingnya arti kejujuran dalam melakukan sesuatu dan betapa Allah Ta'ala memang akan melindungi hamba-hambaNya yang memegah teguh kebaikan, di akhir cerita nanti akan penulis utarakan makna yang sebenarnya.
Kisah Imam Syafi'i dengan segerombolan perampok (sumber gambar:kalam-ulama.com) |
Kisah ini berawal ketika Imam Syafi'i mempunyai keinginan yang kuat sekali untuk menimba ilmu di Kota Madinah, tepatnya pada seorang Guru besar, Imam Malik, yang konon kepintaran beliau sudah diramalkan oleh Nabi Muhammad SAW jauh sebelum era kehidupan beliau.
Keinginan Imam Syafi'i tersebut muncul ketika beliau masih berusia sangat belia, tepatnya ketika Imam Syafi'i kecil usai berkebun bersama ibunya. Sepulang dari kebun tersebut tiba-tiba Imam Syafi'i kecil memohon kepada ibunya untuk diberikan izin menimba ilmu di negeri Madinah, negeri yang jauh dari tempat tinggalnya.
Sang ibu yang memang sudah bisa membaca kelebihan yang dimiliki anaknya awalnya sempat tidak ingin anaknya pergi kemana-mana terlebih lagi tempat tujuan yang diinginkan Imam Syafi'i kecil tergolong sangat jauh untuk ukuran anak seusianya. Akan tetapi lantaran sebab Imam Syafi'i kecil begitu ngotot ingin tetap belajar, akhirnya sang ibu pun mengijinkannya.
Dengan satu syarat, bahwa Imam Syafi'i kecil harus tetap berkata jujur apapun yang terjadi dan dalam situasi yang bagaimanapun.
"Baiklah, tapi ibu juga mempunyai permintaan padamu wahai anakku",
"Apa itu ibu?"
"Kamu harus berjanji pada ibu untuk akan selalu berkata jujur dan tidak berdusta pada dirimu sendiri, pada orang lain dan juga kepada Tuhanmu"
Seperti layaknya anak kecil lainnya yang memang polos, permintaan tersebut mungkin adalah hal yang sangat mudah untuk dilakukan, "Baiklah ibu, aku berjanji padamu dan aku juga berjanji pada Allah Ta'ala untuk tidak akan pernah bersuta sekalipun aku dalam keadaan sendiri atau di keramaian". Mendengar jawaban dari Imam Syafi'i kecil, akhirnya sang ibu tersenyum dan dengan hati yang ikhlas melepas kepergian anaknya yang tercinta.
Sebelum Imam Syafi'i kecil berangkat, sang ibu juga ikut mempersiapkan segala bekal dan juga persiapan lainnya. Ibu Imam Syafi'i kecil juga sempat membuat sebuah saku rahasia yang nantinya bisa digunakan untuk menyimpan benda-benda berharga seperti uang. Tempatnya ada di baju bagian dalam, di bawah ketiak.
Setelah semuanya siap, sang ibu memberitahu kepada Imam Syafi'i kecil tentang hal itu dan Imam Syafi'i kecil diberikan uang sebanyak 400 dirham dan menyuruh Imam Syafi'i kecil menyimpan uang tersebut di saku rahasia tadi.
Akhirnya Imam Syafi'i kecil berangkat bersama rombongan yang saat itu juga akan berangkat ke Madinah menaiki kuda.
Saat itu, memang sudah bukan rahasia lagi jika akan selalu ada penjahat-penjahat dengan hati busuk yang selalu merampas harta orang-orang musafir tak terkecuali rombongan yang diikuti Imam Syafi'i kecil. Oleh sebab itulah setiap orang yang akan melakukan perjalanan sudah menyiapkan diri untuk mengatakan hal yang bisa menyelamatkan harta-harta mereka dari jarahan para penjahat. Tak ayal, kejadian yang memang sudah bisa diprediksi sebelumnya benar-benar terjadi, sekelompok perampok dengan kuda-kuda yang besar menghambat perjalanan rombongan Imam Syafi'i kecil.
Perjalanan mereka dihentikan dan tanpa panjang lebar satu-persatu dari rombongan tersebut ditanyai dan harta-harta yang berharga termasuk uang juga dirampas.
Ketika tiba giliran Imam Syafi'i kecil, salah satu anggota perampok tersebut tetap bertanya, "Apa kau mempunyai harta berharga?"
Dalam situasi yang seperti itu mungkin kepolosan anak kecil yang selalu jujur bisa saja berubah seketika menjadi keberanian untuk berkata yang tidak sesuai dengan kenyataannya.
Namun ternyata tidak bagi Imam Syafi'i kecil, beliau tetap mengatakan yang sebenarnya sesuai janjinya pada ibu dan pada Tuhannya.
"Ya, aku memiliki uang sebanyak 400 dirham yang ada di dalam saku di bawah ketiakku". Mendengar jawaban Imam Syafi'i kecil yang dengan tenang mengatakannya itu, anggota perampok tersebut hanya nyengir dan menganggap semua itu hanyalah kekonyolan anak kecil semata, lantas pergi begitu saja untuk menggeledah anggota rombongan lainnya.
Setelah semua selesai, ketua dari perampok tersebut memastikan kepada anggotanya dengan bertanya, "Pastikan kalian tidak meninggalkan suatu apapun sebelum kita pergi", salah satu anggota yang tadi bertanya kepada Imam Syafi'i kecil menjawab, "Semua sudah beres, kecuali kami hanya meninggalkan seorang anak kecil yang mengaku membawa uang 400 dirham", sontak pernyataan itu membuat semua anggota tertawa.
Namun ternyata respond dari ketua perampok tersebut lain lagi
Dia menyuruh anggotanya untuk memanggil anak itu, setelah Imam Syafi'i kecil kecil berada di depan ketua perampok, dia kembali ditanyai, "Apa harta yang kau bawa?", Imam Syafi'i kecil benar-benar memegang janjinya pada ibunya dengan memberikan jawaban yang sama, "Aku memiliki uang sebanyak 400 dirham yang ada di dalam saku di bawah ketiakku", sambil mengangkat ketiak tempat uang tersebut disimpan.
Ketua perampok itu ingin memastikan kebenaran dari perkataan Imam Syafi'i kecil dengan menyuruh mengeluarkan uang tersebut. Imam Syafi'i kecil menurutinya dan memberikan uang tersebut kepada ketua perampok.
Saat itu, suasana tiba-tiba begitu sunyi tanpa ada sepatah katapun yang terucap, mereka hanya membiarkan angin terus bersenandung melantunkan pujian-pujian kepada Tuhan Pencipta Alam, Allah Ta'ala.
Untuk beberapa saat lamanya, ketua perampok itu hanya memandang Imam Syafi'i kecil tanpa satu kedipan mata, hingga tanpa sadar telah membuatnya mengeluarkan air mata. Entah apa yang dipikirkannya, tidak seorangpun disitu yang tahu, hanya dia dan Allah Ta'ala yang tahu.
Suasana yang tadinya sunyi, kini pecah dengan pertanyaan yang tiba-tiba muncul dari mulut ketua perampok itu, "Mengapa kamu berkata jujur padahal kamu tahu bahwa uangmu ini akan hilang dari tanganmu?", "Aku sudah berjanji pada ibuku dan juga pada Tuhanku untuk selalu berkata jujur pada siapapun dan dalam keadaan apapun".
Ketua permapok itu kembali tertegun sejenak, dan diamnya kali ini berbeda dengan sebelumnya. Ada sesuatu yang meresap dengan sangat lembut ke dalam hatinya. Saking lembutnya, dia yang tadi hanya menitikkan air mata sekarang pecah menjadi isak tangisan kecil.
"Engkau hanyalah anak kecil tapi kau sanggup memegang janjimu pada ibu dan Tuhanmu sedangkan aku tidak pernah memiliki ketakutan sedikitpun mengingkari janjiku pada Tuhan. Ini...ambillah uangmu kembali dan sekarang pergilan dengan aman dan tenang. Karena sekarang aku telah bertaubat kepada Allah Ta'ala melalui kedua tanganmu yang bersih dan aku sungguh berjanji tidak akan pernah melakukan hal ini lagi selama-lamanya. Aku pun juga akan berjanji dan memastikan bahwa semua anggotaku akan mengikuti jalanku, di jalan yang benar"
Selain karena hidayah Allah Ta'ala, jalan taubat yang telah dipilih oleh ketua perampok tersebut juga dilandasi karena dia merasa kalah telak hanya oleh seorang anak kecil dan dia pun juga merasa sangat malu pada dirinya sendiri dan juga pada Tuhannya.
Setelah itu, pergilah Imam Syafi'i kecil untuk meneruskan perjalananya ke Madinah untuk bertemu sang Guru, Imam Malik yang juga sudah merasakan kedatangan seseorang yang nantinya akan menjaga dan meneruskan ilmu beliau. Bahkan Imam Malik juga sudah merasa bahwa dalam diri Imam Syafi'i lah nanti akan muncul ilmu baru yang seimbang.
Makna dari kisah Imam Syafi'i kecil itu adalah akan selalu ada hikmah dengan kita melakukan kejujuran dan memegang janji-janji sekalipun kejujuran itu terkadang menyakitkan. Ketahuilah bahwa Allah Ta'ala Maha Kuasa atas segalanya dan DIA Maha Tahu Mana yang terbaik bagi hamba-Nya.
0 komentar:
Post a Comment