Semua orang di Indonesia sudah pasti mengenal siapa Gus Dur, beliau adalah mantan Presiden RI ke empat. Perjalanan KH Abdurahman Wahid selama menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia memang penuh dengan pelajaran-pelajaran berharga, apa yang beliau sampaikan dahulu, sekarang ini benar-benar terjadi dan itu menjadi bukti bahwa pola pemikiran Gus Dur memang jauh ke depan di banding kebanyakan politikus lainnya.
Foto:nu.or.id |
Salah satu pelajaran yang sempat heboh dan sempat menjadi teka teki adalah ketika beliau berkunjung ke Maroko dan mengunjungi sebuah museum, di museum itu terdapat sebuah buku terjemahan Arab/Kitab karya Aristoteles, seorang filusuf terkenal asal Yunani yang hidup pada tahun 1200-an. Kitab tersebut bahkan sempat membuat Gus Dur meneteskan air mata, di dalam kitab tersebut berisi materi-materi yang membahas tentang etika dan akhlak. Dikarenakan kitab karya Aristoteles itu tergolong kitab kuno atau tua, maka kitab tersebut sengaja disimpan dalam sebuah tempat kedap udara yang berlapis kaca agar kitab tersebut tetap awet dan tahan lama.
Salah seorang imam Masjid di Maroko yang juga ikut menemani Gus Dur melihat museum itu mengetahui reaksi Gus Dur yang menangis ketika melihat kitab Aristoteles dan lantas bertanya penuh keheranan, "Mengapa anda menangis?", begitu tanya iman Masjid itu. Gus Dur pun lantas menjawab, "Kalau bukan karena kitab ini, saya tidak akan menjadi muslim yang sejati". Maksud dari perkataan Gus Dur di sini tak lain adalah bahwa kitab tersebut ikut membentuk kepribadian dalam diri Gus Dur menjadi seorang muslim yang kuat, jadi bukan kitab itu yang me-muslim-kan Gus Dur. Semuanya tetap atas kehendak Allah Ta'ala.
Mendengar jawaban seperti itu, orang-orang yang ada di sekeliling Gus Dur sontak terkejut. Mereka mengenal dengan baik siapa Gus Dur dan bagaimana keIslaman beliau, dan ternyata kitab Aristoteles yang ada di hadapan mereka juga ikut membantu menjadikan Gus Dur hingga menjadi sosok seperti sekarang ini. Setelah mendengar pernyataan Gus Dur itu banyak orang Maroko yang sangat penasaran sekali bagaimana isi dan kajian-kajian dalam kitab tersebut.
Pada suatu kesempatan dalam acara silaturrahmi di Pondok Pesantren Al-Asy'ariah Kalibeber Wonosobo, Jawa Tengah tahun 2000, Gus Dur juga sempat bercerita tentang perjalanan beliau tersebut kepada hadirin-hadirin yang hadir, dan Gus Dur menambahkan serta menyimpulkan jawaban beliau tersebut bahwasannya akhlak Kyai-Kyai serta semua Ulama'-Ulama' di Indonesia itu memang tidak hanya bersumber pada nilai-nilai semata, akan tetapi juga bersumber pada nilai dan etika-etika orang-orang yang hidup jauh sebelum mereka. Salah satunya ya kitab Aristoteles ini, yang mana filusuf dari negeri Yunani itu hidup jauh sebelum peradaban Islam mulai menyebar luas di bumi.
Gus Dur juga menambahkan bahwa seorang Muslim itu adalah seseorang yang mampu menerapkan nilai serta etika (Islam) dengan tujuan untuk kebaikan bersama dan mewujudkan keadilan di tengah-tengah masyarakat. Seseorang tidak bisa dikatakan Muslim jika hanya menonjolkan simbol-simbol Islam saja, tetapi jauh dari nilai dan etika Islam Rahmatan Lil 'Aalamiin.
0 komentar:
Post a Comment